Ketidak-tahuan

Posted by NavigatoRusak | Posted in

Saat pertama, mengenal kamu, lewat poster-poster yang merusak alam.
Wajah-wajah yang egois, wajah wajah bengis, dan wajah-wajah bangga, kamu selipkan dibalik poster.

Poster yang tergantung, mematikan kami perlahan-lahan.

Wajah yang simpatik, dan wajah yang teduh, kamu pakai itu. Beberapa tahun yang lalu.
Entah dimana kamu buat perisai diwajahmu itu.
Membuat orang-orang disekelilingmu kagum, termasuk saya.

Saat pertama, kamu berikan tangan, kamu berikan mata itu.
Pada saya, dan mereka, yang didera panasnya kehidupan dunia.

Dan senyum yang tak pernah terlepas, karena saya tahu, itu hanya perisai yang ketika kau lelah, kau akan lepas juga.

Saat itu, mungkin bulan Oktober.
Saya kurang paham apa makna yang kamu umbarkan.
Dijalanan penuh ratapan kemelaratan, kamu injak dengan beberapa hentakan ketakutan.
Keserakahan yang menggerogoti kerongkongan, melilit disekuur tubuhmu.

Ratusan keping, jutaan keping, hanya untuk menutup perisaimu yan telah kau hancurkan sendiri.

Tahun lalu, saya melihat mereka dengan baju blus dan kemeja rapi dengan senyum yang luarbiasa. Harum senyawa dari kepercayaan diri yang dibangunnya baru beberapa bulan yagn lalu.

Sekarang , saya lihat lagi, mereka menumpahkan air mineral kekepalanya, dengan senyum entah kemana, pandangan entah kesiapa. Menari diatas aspal, menakuti anak-anak sekolah. Merentas jalanan yang dulu mereka lalui dengan kuda besi mereka. Sekarang hanya dengan menyeretkan kaki. Racun dan kematian menggoda mereka untuk lepas dari bayangan hitam mereka. Mata pisau yang tajam, begitu menggoda seperti madu dalam mangkuk emas bagi mereka.

Lalu beberapa dari mereka...

...Mengutuk poster, mengutuk jalan, mengutuk bangunan, mengutuk dirinya sendiri.

Kemana?

Ternyata kita telah ditipu, oleh perisai kamu, yang kamu banggakan.
Omong kosong sejuta jilatan; penjilat Era 22

Siapa? Siapa yang bisa bisikan ketelinga mu yang disumbat oleh rasa kemenangan?

Kapan? Kamu sadar atas semua yang kamu selesaikan ini?

Tak usah kamu berbusa-busa bicara, karena maaf saya sudah bangun dari tidur berkepanjangan saya.

Sekarang, telingamu sudah tidak bisa mendengar.
Matamu ditipu ilusi.
Hidungmu? Bahkan dimana?
Hatimu? Mungkin tenggelam dililit nadi kemenangan yang selalu kamu banggakan, dan selalu membusungkan dada setiap kam u melangkah dan dongakkan kepala. Atau masih ada? hanya saya tidak bisa melihatnya.

Sudahlah, hanya masa yang bisa memakan kamu.
Hanya Masa yang dapat memperlihatkan semuannya.
Biar pembuatmu saja yang menghancurkanmu; tenggelam dalam luapan emosi; bahan baku seperti dari matahari, atau terdampar ditempat gelap, yang bahkan kamu tidak tahu itu dimana.

Comments (0)